Recently, I received an email that was particularly moving because it seemed to be an answer to a prayer. I know that Batak textiles cannot survive into the future unless the Batak people themselves consciously decide to support their tradition with vigour. This is an excerpt from a man on Samosir Island, Pak Wilson Sitanggang, who made precisely that decision. In a future blog I will provide the English translation. This one is dedicated to the Indonesian followers of my blog. Selamat membaca! Semoga kabar ini bermanfaat!
Setelah
mengetahui dan membaca Buku ibu Legacy In Cloth dan Buku abang Mja Nashir [Berkelana dengan Sandra; Menyusuri Ulos Batak] saya
senang, terharu dan merasa terpanggil untuk ikut bagian dalam pelestarian ulos
batak. Hasil penelitian Ibu Sandra dan buku abang Mja Nashir saya yakin dapat
menyadarkan masyarakat Batak agar kembali ke Ulos asli (klasik).
Hasil
Penelitian ibu sandra dan buku Mja Nashir saya yakini dapat mengobati
kebingungan masyarakat Batak agar kembali ke ulos asli dan klasik bu.
Semaksimal mungkin saya akan mengajak, menganjurkan keluarga, saudara, kerabat
dan masyarakat Batak di lingkungan dan komunitas saya agar kembali ke ulos
hasil tonun namaritom. Saya berpimikiran jika dalam jangka waktu 5 atau 10
tahun ini sudah banyak orang Batak yang kembali ke ulos Batak namaritom
otomatis partonun akan bertumbuh dan lahir kembali.. bila perlu saya akan
memprovokasi keluarga, kerabat dan saudara saya dengan kalimat" tidak
perlu memberi dan menerima ulos banyak-banyak kalau bukan hasil tonun
namaritom, lebih baik satu atau sedikit asalkan hasil tonun namaritom"
dengan kata lain" mengutamakan kualitas daripada kuantitas".
Berikut
hal-hal kecil yang telah saya lakukan setelah membaca penelitian ibu Sandra dan
buku abang Mja Nashir :
(1).
Saya sudah minta tolong sama ibu saya agar memesan ulos Suri-suri ke partonun,
ternyata banyak partonun yang tidak bisa. Ibu saya bertemu dengan partonun yang
menyanggupi pesanan saya namun secara pribadi saya belum puas karena benangnya
bukan namaritom, akan tetapi saya tetap menghargai dan berterimaksih kepada ibu
saya dan partonun.
(2)
Saya sudah minta tolong sama ibu saya agar menghitung dan merawat ulos
namaritom milik ibu saya.
(3)
Dalam acara tertentu saya memakai ulos Sitolu tuho pemberian ompung boru (ibu
bapak ) saya 23 Tahun yang lalu ( Ulos tersebut hasil tonunya sendiri)
(4)
Menceritakan hasil penelitian ibu Sandra kepada orang batak yang saya
temui/jumpai.
(5)
Menceritakan buku abang Mja Nashir kepada teman dan kerabat.
(6)
Saya juga minta tolong sama ibu saya agar membeli ulos namaritom yang sudah
tidak dirawat pemiliknya( daripada dibakar dan tidak terawat)
Rencana
jangka pendek dan jangka panjang saya:
(1)
Tetap mengajak masyarakat batak agar kembali ke ulos namaritom secara
berkelanjutan
(2)
Mengajak partonun di buhit agar belajar mangitom dan manonun ulos batak klasik
dan memberikan harapan dan poenjelasan kepada mereka bahwa suatu saat dalam
waktu yang tidak lama hasil tonun mereka akan dihargai dan dibutuhkan.
(3)
Sudah berdiskusi dengan isteri dan ibu saya agar ke depan dalam memberikan ulos
jika masih keluarga dekat harus memberikan ulos namaritom.
(4) Saya akan kerjasama dengan isteri dan kelaurga yang mau untuk menjadi penyedia
(penguhubung) antara partonun dan pembeli tanpa pengambil untung ( bukan jual
beli).
(5)
Secara bertahap membeli dan membagikan buku abang Mja Nashir kepada kerabat dan
sahabat yang mau peduli dan membantu pelestarian ulos. ( dalam hal ini saya
selektif
agar tepat sasaran bu). Saya juga berharap ada cetakan edisi berikutnya buku
Legacy in Cloth bu....
(5)
Mempertumakan partonun senior/berpengalaman dengan partonun pemula ( belum bisa
dalam waktu dekat karena domisili saya di medan )
(6)
Jika diperlukan membuat buku petunjuk praktis proses pembuatan ulos.
(7)
Membuat daftar nama , alamat dan nomor partonun yang bisa dihubungi agar
memudahkan pembeli memesan ulos/